Oleh: Amrizarois ismail, S. Pd., M.Ling
(Dosen Prodi Rekayasa Infrastruktur dan Lingkungan UNIKA Soegijapranata
Semarang, Direktur Griya Riset Indonesia)
Beberapa
akhir ini kita tengah dihebohkan oleh kondisi dinamika ekonomi, diantaranya
kelangkaan dari sektor energi berupa batubara. Dua kondisi ini tentu bagi kita
sama sekali terdengar tidak masuk akal, mengingat negara kita memiliki sumber
daya yang melimpah. Bukan barang rahasia umum lagi bahwa Indonesia merupakan salah
satu negara yang memiliki sumber daya fosil yang melimpah, dan sudah sejak lama
di ekploitasi keberadaanya mulai dari jaman kolonial, hingga saat ini. Lalu
mengapa terjadi kelangkaan yang mengakibatkan langkanya komoditi yang berimbas
pada munculnya ancaman krisis energi listrik di dalam negeri, hingga berujung
dipecatnya Rudy Hendra Prastowo Direktur Energi Promer PLN dan pelarangan
ekspor batu bara untuk periode januari 2022 (Yohana Artha Uly, 2022).
Untuk dapat menjawab hal tersebut, perlu bagikita untuk mengetahui kondisi
dan potensi barang komiditi tersebut di Indonesia. Pada tahun 2020, Indonesia menjadi salah
satu produsen dan eksportir batubara terbesar di dunia. Bertengger di peringkat tiga dengan jumlah produksi mencapai 562,5
juta ton, Indonesia
melampaui peringkat Amerika dan Australis sebagai importir
batubara (Cindy Mutia Annur, 2021). Dengan kondisi tersebut, mustahil untuk saat ini Indonesia
mengalami kelangkaan batubara yang berujung pada potensi krisis energi yang
cukup besar.
Kelangkaan batu bara sendiri sebetulnya berawal dari meningkatnya
permintaan batu bara di tengah krisis energi yang melanda beberapa negara
seperti kawasan Eropa, China, dan India (Dwi, 2021). Tingginya permintaan inilah yaang kemudian menjadikan harga batu bara
melambung tinggi. Namun, nampaknya para investor dan pengusaha batu bara di
Indonesia terlampau rakus melihat peluang ini, sehingga secara jor-joran
mengexport batu bara ke luar negeri tanpa mengindahkan kewajiban memenuhi pasokan dalam negeri atau
Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% (Suparjo Ramalan, 2022).
Tentu hal ini menjadi ironi tersendiri, melihat banyaknya
perusahaan tambang yang bercokol, mengeruk sumber daya batu bara dan
menimbulkan permasalahan ligkungan yang besar dan belum terselesaikan hingga
saaat ini. Diketahui, dari data kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM)
yang tercatan melalui websait Minerba One Data Indonesia (MODI) terdapat 5 ribu
lebih pemilik
Izin Usaha Pertambangan (IUP)[1] dengan produksi barubara mencapai 187 juta ton lebih[2].
Tentu banyaknya perusahaan dan aktivitas tambangnya tersebut mengekibatkan
kerusakan hutan yang cukup tinggi, sebagai contoh dikalimantan selatan sebanyak 1,2
juta atau 33% lahan di Kalsel dikuasai oleh pertambangan batubara yang turut juga menjadi penyumbang laju deforestasi.
Referensi Cermin Wajah Asli Kapitalis
Hal ini seolah mencerminkan wajah asli dunia kapitalistik
yang memang lebih berorientasi pada pasar dengan tujuan utamanya adalah
menimbun kekayaan pribadi dan lingkaran dibanding kepentingan masyarakat secara
luas, setidaknya inilah yang coba ditunjukan oleh Prof. Dr. Jamil Salmi dalam
buku Violence and Democratik Cociety.
Dalam buku tersebut, ditunjukan paham kapitalis hanya tunduk pada sistem
ekonomi yang berhaluan moda dan individu dan keputusan ekonomi oleh untung rugi
pasar yang seringkali menjadi penyulut terjadinya berbagai pelanggaran hak
asasi manusia yang halus dan terselubung dalam bentuk ketimpangan ekonomi
hingga krisis (Alami, A, N, 2006). Alam di negeri ini sudah
banyak dikorbankan untuk kepentingan para kapital, namun kelangkaan batu bara
dalam negeri menegaskan kaum kapital seolah tidak tahu caranya berterimakasih
bahkan terkesan arogan dengan beraninya melanggar ketentuan kewajiban untuk
memenuhi target DMO yang telah ditentukan pemerintah.
Langkah tegas pemerintah melalui mentri BUMN dengan
pemecatan Direksi PLN dan melarang
pelaku usaha untuk melakukan penjualan ke luar negeri atau ekspor batu bara
selama periode 1-31 Januari 2022 patut
untuk diapresiasi, namun tentu langkah pemecatan dan pelarangan ekspor saja
tidak cukup tanpa menindak tegas dan memberikan sangsi untuk para perusahaan
nakal yang terbukti tidak mematuhi kewajiban pemenuhan DMO sebaanyak 25%. Ada
banyak opsi pemberian sangsi para kapital nakal tersebut, diantaranya ancaman
pencabutan IUP yang beberapahari lalu sepat lantang diumumkan oleh Presiden
Jokowi terhadap beberapa perusahaan tambang yang tidak memenui ketentuan baik
administrasi hingga yang terindikasi merusaklingkungan. Negara tidak boleh
kalah dengan para penyamun.
Referensi
Athiqah Nur Alami.
(2006). Kekerasan kapitalisme. 111–118.
Cindy Mutia Annur.
(2021, November). Tiongkok Rajai Produksi Batu Bara pada 2020, Indonesia
Peringkat Berapa? Katadata.Co.Id, 1.
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/08/tiongkok-rajai-produksi-batu-bara-pada-2020-indonesia-peringkat-berapa
Dwi, C. (2021, October
14). Krisis Energi, Saham Batu Bara “Meledak” di Seluruh Dunia. CNBC
Indonesia.Com, 1.
https://www.cnbcindonesia.com/market/20211014101153-17-283806/krisis-energi-saham-batu-bara-meledak-di-seluruh-dunia
Suparjo Ramalan.
(2022, January 4). PLN Krisis Batu Bara, Ternyata Ini Penyebabnya. Okezone.Com,
1.
https://economy.okezone.com/read/2022/01/04/320/2527365/pln-krisis-batu-bara-ternyata-ini-penyebabnya?page=1
Yohana Artha Uly.
(2022, January 6). Buntut Krisis Pasokan Batu Bara, Erick Thohir Copot Direktur
Energi Primer PLN. Money.Kompas.Com, 1.
https://money.kompas.com/read/2022/01/06/151359226/buntut-krisis-pasokan-batu-bara-erick-thohir-copot-direktur-energi-primer-pln?page=all
Data ESDM, diakses di https://modi.esdm.go.id/portal/dataPerusahaan
Data BPS, diakses di https://kaltim.bps.go.id/indicator/10/361/1/produksi-batubara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar Anda