Seringkali kita jumpai kehidupan berumah tangga di dalam masyarakat yang masih berpegang teguh pada prinsip bahwa yang memiliki andil penting dalam keluarga adalah sang suami, dengan hanya sedikit melibatkan peran istri dalam mengatur kehidupan rumah tangga mereka. Padahal istri juga memiliki andil penting dalam menentukan arah dan tujuan yang akan dicapai dalam kehidupan berumah tangga.
Telah jelas bahwa agama Islam menolak adanya sistem sosial dimana laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama di atas perempuan (patriarki). Maka dari itu, konsep mubadalah penting sekali diterapkan dalam mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga.
Kata mubadalah mungkin sering didengar oleh kalangan akademisi atau pegiat gender, namun berbeda halnya dengan masyarakat awam. Mereka yang jarang atau tidak pernah mendengar kata mubadalah mungkin bertanya-tanya apa arti dan esensi dari mubadalah itu sendiri.
Mubadalah atau yang dalam bahasa Arab disebutkan dengan kata at-tabadul adalah suatu konsep yang membahas kesalingan antara laki-laki dan perempuan sehingga tercipta kesetaraan gender diantara dua pihak yang berelasi.
Konsep mubadalah bukan hanya mencakup tentang kesetaraan gender, tetapi juga tentang kemanusiaan. Gagasan dan konsep mubadalah disajikan untuk menegaskan kemanusiaan perempuan dan pentingnya relasi kerja sama, bukan kekuasaan, antara laki-laki dan perempuan.
Konsep mubadalah ini sendiri dapat diterapkan dalam kehidupan rumah tangga. Salah satu istilah yang sering digunakan dalam konsep mubadalah yaitu mafhum at-tabadul (konsep timbal balik) atau hermeneutics of reciprocity. Mafhum at-tabadul dapat ditarik makna bahwa istri juga diminta untuk berbuat baik pada suami secara timbal balik didasarksan atas asas-asas musyarakah (saling kerjasama), husnul mu’asyarah (relasi yang baik), husnu at-tafahum (saling memahami), dan ijaadi al-mashlahah (mewujudkan kemaslahatan).
Macam-macam hak dan kewajiban antara suami dan istri dalam kehidupan rumah tangga yang berlandaskan atas konsep mubadalah yaitu mu’asyarah bil ma’ruf (saling berperilaku baik), tasyawurin (saling meminta pendapat), dan ta’awunin (saling tolong menolong). Konsep-konsep tersebut dapat dimulai dari hal-hal kecil yang sering dilakukan dalam rumah tangga, misalnya musyawarah. Di dalam musyawarah tidak semua keputusan harus diambil oleh laki-laki, dalam konteks ini yaitu suami. Namun istri juga memiliki andil penting dalam mengutarakan pendapat ataupun mengambil keputusan.
Contoh lain misalnya dalam pola mengasuh anak. Kewajiban mengasuh anak tidak selamanya harus dibebankan kepada istri, namun suami juga dituntut untuk memiliki peran dalam mendidik dan mengawasi tumbuh kembang anak. Begitu juga dengan pekerjaan atau karir, tugas mencari nafkah untuk keluarga tidak harus menjadi tanggungjawab suami sepenuhnya. Istri juga dapat memilih menjadi wanita karir asalkan kewajibannya utamanya sebagai seorang ibu rumah tangga tidak terabaikan. Semua tugas-tugas tersebut harus menjadi tanggung jawab dan tugas bersama antara suami dan istri.
Dengan hadirnya konsep mubadalah dalam rumah tangga, maka diharapkan seorang istri juga memiliki hak yang sama dengan suami dalam menjalani kehidupan berumah tangga. Semua ini harus diwujudkan dengan cara saling memahami hak dan kewajiban pada diri setiap pasangan suami dan istri supaya tercapai tujuan-tujuan yang diharapkan dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
Oleh: Rindang Sari Mawarni
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UIN Walisongo Semarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar Anda